Quote of The Day ...

QUOTE OF THE DAY:
Build me a son, O Lord, who will be strong enough to know when he is weak, and brave enough to face himself when he is afraid, one who will be proud and unbending in honest defeat, and humble and gentle in victory.~ Douglas MacArthur

Senin, 20 September 2010

Simaeru eNewsletter ~ edisi 04/I/2010


Profesional, Entrepreneur & Pembelajar,
SEMANGAT PAGI!


Setiap minggu ESTUBIZI Business Center memilih artikel "baik dan indah" (Simaeru) yang membangkitkan inspirasi dan gagasan kreatif yang diambil dari berbagai sumber. Simaeru adalah sebuah kata dalam Bahasa Mentawai, suku terasing di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, yang berarti baik dan indah 
(good and beautiful).

Topik edisi ini adalah 
"Menciptakan Solusi untuk Hidup Lebih Baik". Meskipun mungkin sudah banyak yang tahu tentang Muhammad Yunus, saya yakin tulisan Rhenald Kasali kali ini akan bermanfaat bagi kita semua. Selamat menikmati!


Salam Pembelajaran. Mari Belajar Sambil Beramal!
Benyamin Ruslan Naba
ESTUBIZI Business Center - One place more activity

www.estubizi.com ~ http://estubizi.blogspot.com
Managed by PT Simaeru Indonesia Raya
T: 021-52 900 828

F: 021-52 971 875
SMS: 0882 1010 5812
E:
estubizi.business.center@gmail.com

**********************

* Artikel Pilihan Simaeru Minggu Ini
* Percikan Permenungan


>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

The future belongs to the competent. It belongs to those who are very, very good at what they do. It does not belong to the well meaning - Brian Tracy
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>


BANK UNTUK PENGEMIS
Oleh: Rhenald Kasali 
(diambil dari Tabloid KONTAN No. 26, Tahun IX, 4 April 2005)


Jangankan pengemis, UKM saja kesulitan berhubungan dengan bank. Benarkah demikian?


Sebagian pembaca mungkin cukup kenal dengan Grameen Bank. Ini adalah sebuah bank yang bergerak dalam sektor mikro di Bangladesh. Dalam Bahasa Bengali, `grameen' berarti desa, kampung. Jadi, Grameen Bank adalah bank untuk orang-orang kampung, yang artinya orang miskin. Bank ini dianggap sukses memberdayakan orang-orang miskin, sehingga sekarang banyak dikunjungi tokoh-tokoh LSM dan bankir dari negara-negara berkembang. Tapi yang menarik perhatian saya adalah terobosan-terobosan unik yang diambil founder-nya: Muhammad Yunus. Tahun lalu (2004), misalnya Yunus membidik 10.000 pengemis di sekitar Bangladesh menjadi nasabahnya.

Mengapa pengemis? Bagi orang-orang yang tak kenal pasar BOP (KONTAN No. 25, Tahun IX, 28 Maret 2005) tentu saja ada terlalu banyak pertanyaan yang diajukan. Aset saja mereka tak punya, apalagi kapital. Apa yang bisa menjadi jaminan bahwa pasar ini aman bagi bank? Yunus rupanya lebih mementingkan potensi usaha daripada jaminan. Baginya orang-orang kecil ini jauh dapat lebih dipercaya daripada kaum "Donald Trumph" yang flamboyan. Ia mengatakan, "Pengemis yang kita cari tidak akan pernah datang kepada kita. Kita yang harus mencari mereka. Kalau kita bertemu dengan yang mengatakan, "Maaf saya tak perlu pinjaman", itu pertanda Anda sudah mendapatkan orangnya."



Saya jadi teringat dengan rombongan teman-teman yang akan memasarkan kredit untuk UKM di daerah kumuh utara Jakarta. Ketika masyarakat mendengar ada tawaran kredit, yang datang bukan cuma satu-dua tapi ribuan. Siapakah mereka? Mereka ternyata kalangan yang, maaf, hobi berutang. Setelah diteliti, ternyata mayoritas mereka, per karakter, memang tidak layak mendapatkannya. Justru yang layak ternyata tidak datang. Yunus tak membidik sembarang orang. "Kalau tidak benar-benar mau berusaha, lebih baik jangan," ujarnya.

Saya pun teringat dengan anak-anak jalanan yang biasa mangkal di Stasiun Depok. Di salah satu rumah penampungan yang saya temui, anak-anak itu menunjukkan kebolehannya memainkan alat-alat musik dari botol-botol bekas segala merek, mulai dari teh botol, soda, sampai galon besar air mineral. "Daripada jadi pengemis, lebih baik jualan, Om," ujar mereka.

Pengemis harus menjadi pengusaha
"Kami pergi kepada para pengemis dan saya bilang pada mereka, "Coba lakukan tugas bapak-ibu seperti biasa. Mengemis dari rumah ke rumah. Tapi kali ini bawalah permen, es lilin, kacang, kue-kue kering, atau barang dagangan apa saja, dan kalau capai lagi, mengemislah lagi. Nah sekarang Anda semua punya pilihan: menjadi pengemis atau pedagang asongan. Mungkin pada beberapa rumah mereka mengemis, dan pada rumah-rumah lainnya berjualan."

Barangkali ada benarnya juga membidik mereka yang telah punya modal awal di jalanan, yaitu keberanian berinteraksi. Sekarang tinggal mengubah kebiasaan lamanya saja. Ini lebih baik daripada memberi pinjaman pada seseorang yang tidak pernah berusaha sama sekali. April lalu saja saya mendengar sudah 8.000 pengemis terlibat dalam program ini.

Yang lebih mengejutkan saya lagi, ternyata Yunus sama sekali tak menarik untung dari program ini. Semua pinjaman itu diberikan tanpa beban bunga atau biaya apa pun, long term pula (dengan cicilan sangat kecil, sekitar 3,4 sen seminggu). Bahkan mereka di-cover asuransi jiwa tanpa membayar premi. Saya dengar tahun ini targetnya mencapai 25.000 pengemis.

Lantas, apa yang dicari Yunus? Bukankah berusaha harus menuai untung? Begini penjelasannya. Para pengemis ini tak boleh selamanya membuka tangannya ke atas. Mereka harus jadi pengusaha. Dari membawa mangkok plastik untuk menampung derma, menjadi pembawa kotak uang. Mereka yang berhasil dibina akan tahu maknanya berusaha. Diperkirakan hanya butuh waktu setahun untuk menyingkirkan mangkok-mangkok derma itu dan mereka berhenti mengemis. Kalau itu terjadi, mereka akan butuh kredit untuk membuka warung, lalu perlu rumah, dan seterusnya. Agak mirip dengan kisah Wiro Sableng, putra Madura yang merantau ke Jakarta yang akhirnya menjadi pemilik rumah makan 
seafood di Kelapa Gading, yang ceritanya pernah diturunkan oleh Majalah Info Gading.

Perusahaan seperti Grameen Bank adalah contoh sebuah lembaga yang dibangun untuk menjadi sesuatu yang hidup. Ia bukan sekadar sebuah economic entity yang hidup seperti sebuah kubangan. Kubangan hanya eksis di musim hujan, manakala curah hujan begitu deras. Sekalipun penuh meluap, kubangan hanya punya satu sumber saja, yaitu hujan. Begitu musim kering tiba, kubangan pun punah. Begitulah nasib economic animal yang dibesarkan pemerintah menjelang krisis tahun 1998. Sekarang mereka pun ikut-ikutan punah.

Grameen Bank bukan menganut prinsip kubangan. Ia adalah "river entity", hidupnya bukan cuma dari satu sumber. Koceknya diisi oleh komunitas yang ia bangun. Mereka menjadi mata air, membentuk hutan penahan banjir. Sungai tentu saja bisa kering, tetapi butuh kemarau bertahun-tahun untuk membuatnya mati. Kala persaingan perbankan pada sektor UKM begitu sengit, sebuah pertanyaan mendasar perlu kita pertanyakan disini: apakah yang sudah kita kembalikan kepada alam untuk menghidupkan mereka? Apakah kita sudah punya cukup kebijakan untuk menanam mata air-mata air baru? Atau, jangan-jangan Cuma pohon-pohon di sekitar sungai itu saja.
* Rhenald Kasali adalah Ketua Program Pascasarjana Universitas Indonesia-Ilmu Manajemen.

***************************

TINDAKAN NYATA MENOLONG WONG CILIK



Ide yang bagus dan tidak susah untuk dipraktekkan, silakan dibagikan kepada teman-temanmu ;-)


Di bawah ini adalah usulan dari Romo Anton Gunardi MSF untuk menolong kalangan miskin dalam menghadapi "Krisis Ekonomi Global" ini. Tulisan ini diambil dari sebuah milis. Ada baiknya kita perlu renungkan untuk lebih memperhatikan orang-orang yang tidak seberuntung kita. Silakan diamati:
  1. Kalau membeli majalah, jangan selalu beli di dalam supermarket atau toko buku. Tetapi usahakan untuk membelinya dari kios pinggir jalan atau pun di lampu merah. Sehingga uang keuntungan akan masuk ke orang kecil.
  2. Kalau membeli sayur-sayuran, mungkin bisa beli di tukang sayur yang lewat di depan rumah daripada beli di supermarket. Kebanyakan dari kita tidak ada di rumah pada saat tukang sayur lewat, tetapi bisa juga kita titipkan dengan pembantu/tetangga. Agak lebih repot sedikit, tetapi uangnya akan masuk ke orang kecil.
  3. Ada baiknya secara berkala, misalnya satu bulan sekali, kita panggil tukang nasi goreng, tukang sate, mie tek tek yang lewat di depan rumah. Walaupun kita tidak terlalu ingin makan nasi goreng atau sate, tetapi bolehlah sekali-sekali membeli dagangan mereka. Uangnya akan membantu orang kecil juga.
  4. Sering kita berjalan-jalan dan mendapati beberapa orang berjualan kue, misalnya kue Pancong, kue Odading, Surabi, Apem, dsb. Belilah. Untuk kita uangnya tidak seberapa, tetapi untuk mereka akan sangat berguna bagi orang kecil. Tentu saja jangan keseringan, karena nanti kita juga bosan.
  5. Untuk anak laki-laki, mungkin jika tidak terlalu pusing sama model rambut, ada baiknya mulai potong rambut di barber shop ketimbang di salon. Lumayan bisa menolong mereka.
  6. Kalau mau service motor atau AC mobil ke bengkel, sekali-sekali bolehlah kita ke bengkel umum/biasa, jadi dapat membantu usaha orang kecil.
  7. Sebulan sekali gaji yang kita peroleh bisa kita sisihkan ke anak yatim atau janda tua atau orang yang berhak yang membutuhkan. Hal ini sangat membantu kaum miskin/duafa. Disamping itu kita juga akan mendapat pahala atas kebaikan kita tersebut.
  8. Bagi yang punya mobil, ada baiknya kita sewaktu-waktu naik angkutan umum seperti bus, mikrolet, bajaj dan becak, buat menambah penghasilan mereka.
  9. Bagi yang punya dana berlebih, bisa juga membuka usaha kecil-kecilan seperti warung, kios pulsa, jual gorengan, dll, untuk membantu anggota keluarga ataupun teman sekampung yang menganggur. Ini akan sangat membantu mengurangi pengangguran di negara kita.
Kalau di dalam mailing list ada 300 orang, rasanya uang yang turun ke bawah lumayan banyak. Jika kita beli nasi goreng seharga 5.000 rupiah satu kali sebulan, maka uang yang kita "berikan" ke orang kecil sudah mencapai 1,5 juta sebulan, itu hanya dari urusan nasi goreng. Jadi rasanya kalau kita membiasakan diri untuk melakukan ini, maka mudah-mudahan secara perlahan kita bisa menyeimbangkan distribusi uang ke bawah. Apalagi jika Anda mau meneruskan usul ini. Atau jika itu terlalu muluk, paling tidak kita sudah memainkan peran kita untuk menolong cash flow pedagang yang mewakili orang kecil ini.

Antonius Gunardi, MSF
---------------------------------------


COMPETENCE/EXCELLENCE

~ The future belongs to the competent. It belongs to those who are very, very good at what they do. It does not belong to the well meaning. 

~ People create their own success by learning what they need to learn and then by practicing it until they become proficient at it.
~ Every study of high achieving men and women proves that greatness in life is only possible when you become outstanding at your chosen field. 
~ The foundation of lasting self-confidence and self-esteem is excellence, mastery of your work.
~ One of the best uses of your time is to increase your competence in your key result areas. 
~ Only undertake what you can do in an excellence fashion. There are no prizes for average performance.

(The Treasury of Quotes by Brian Tracy ~ America's Leading Business Authority on Success)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar