SEMANGAT PAGI!
Setiap minggu ESTUBIZI Business Center memilih artikel "baik dan indah" (Simaeru) yang membangkitkan inspirasi dan gagasan kreatif yang diambil dari berbagai sumber. Simaeru adalah sebuah kata dalam Bahasa Mentawai, suku terasing di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, yang berarti baik dan indah (good and beautiful).
Topik edisi ini adalah "Melihat Indonesia", optimisme dan antusiasme tentang masa depan negeri kita yang lebih baik dan indah. "Apa yang dibutuhkan Indonesia adalah "sense of urgency", untuk memahami betapa pentingnya berkompetisi, demikian ujar Yutaka Iimura Purba Pakpak, mantan Dutabesar Jepang untuk Indonesia.
Selamat menikmati!
Salam Pembelajaran. Mari Belajar Sambil Beramal!
Benyamin Ruslan Naba
ESTUBIZI Business Center - One place more activity
Benyamin Ruslan Naba
ESTUBIZI Business Center - One place more activity
www.estubizi.com ~ http://estubizi.blogspot.com
Managed by PT Simaeru Indonesia Raya
T: 021-52 900 828
********************** * Artikel Pilihan Simaeru Minggu IniManaged by PT Simaeru Indonesia Raya
T: 021-52 900 828
F: 021-52 971 875
SMS: 0882 1010 5812
E: estubizi.business.center@gmail.com
E: estubizi.business.center@gmail.com
* Mpok Jamilah Menembus Pasar demi Sang Juara
* Percikan Permenungan
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Leaders don't force people to follow - they invite them on a journey - Charles S. Lauer
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
YUTAKA IIMURA PURBA PAKPAK
(Dikutip dari rubrik "Sosok" yang ditulis oleh Myrna Ratna di harian KOMPAS - halaman 16, tanggal 18 Maret 2006)
SENIN (20/3/06) LUSA akan menjadi saat menyedihkan bagi Yutaka Iimura Purba Pakpak (59). Ia akan meninggalkan Indonesia setelah bertugas sebagai Duta Besar Jepang selama tiga tahun tujuh bulan, rekor terlama bagi duta besar Jepang yang pernah bertugas di Indonesia.
BERKAT OLAH RAGA INI, ia bisa menggalang persahabatan dengan para praktisi olahraga bela diri lainnya. Hari Minggu besok ia akan memperoleh penghargaan dari Pendekar Pencak Silat Indonesia. "Tahun lalu saya pernah tampil membawakan iaido dalam festival pencak silat yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah menteri. Mereka bertepuk tangan setelah menyaksikan penampilan saya. Wah, itu pengalaman yang tak terlupakan," kata Iimura yang juga fasih berbahasa Perancis.
SOSOK YANG RAMAH dan rendah hati ini memang mudah diterima masyarakat Indonesia. Siapa pun yang mengenalnya akan mengingat Iimura sebagai tokoh bersahabat. Ia juga sangat santun. Bila perbincangan mulai menyinggung keburukan yang ada di Indonesia, seperti praktik korupsi yang merajalela, misalnya, Iimura buru-buru menimpali, "Tapi di negara saya juga ada korupsi."
PADA BULAN MEI 2004, Iimura memperoleh marga Purba Pakpak di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, setelah terlebih dulu mendapat restu para tetua marga di sana. Bagi dia, penganugerahan itu merupakan bukti bahwa dirinya bisa diterima sebagai pribadi.
Komitmen bagi Indonesia
KECINTAANNYA TERHADAP INDONESIA membuat Iimura selalu memikirkan masa depan negeri ini. "Saya sering mengatakan kepada teman-teman, Indonesia harus bisa berkompetisi di era globalisasi ini," ujarnya. Dunia, katanya, berubah dengan cepat. Dan globalisasi berarti kompetisi. "Jadi, setiap negara harus bisa berkompetisi agar mampu bertahan. Semua negara di dunia sekarang berupaya mereformasi diri agar tidak tertinggal. Kita berkompetisi dengan waktu," tekannya.
APA YANG DIBUTUHKAN INDONESIA adalah "sense of urgency", untuk memahami betapa pentingnya berkompetisi dengan waktu tersebut. "Sense of urgency ini harus dirasakan bukan saja oleh kalangan pebisnis dan politisi, tapi oleh semua pihak." Iimura sepakat bahwa pembenahan ekonomi merupakan faktor yang sangat penting dalam proses transisi di Indonesia, dan Jepang berkomitmen untuk membantu agar proses itu berlangsung mulus. "Indonesia tetap menarik bagi investor Jepang. Hal itu terbukti bahwa Jepang merupakan negara penanam modal nomor satu di sini. Tapi memang benar, para pebisnis Jepang juga mulai berhati-hati (cautious) dengan iklim investasi di sini," katanya.
APA YANG HARUS DILAKUKAN Indonesia, ujarnya, adalah membenahi masalah infrastruktur yang benar-benar terabaikan setelah krisis ekonomi tahun 1998 dan mengurangi ekonomi biaya tinggi. "Sebut saja, sistem perpajakan, perburuhan, dan perlunya kepastian hukum," ujarnya. Secara halus, Iimura menolak untuk mengatakan bahwa iklim investasi di negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Vietnam dan Thailand, lebih atraktif dibandingkan di sini. "Jepang memang tidak bisa mengonsentrasikan investasinya di satu negara saja, para investor juga menginginkan diversifikasi. Negara tujuan investasi yang potensial saat ini adalah Thailand dan Vietnam. Namun semua itu tergantung dari sektornya. Untuk industri otomotif dan elektronik, Indonesia lebih potensial," katanya.
IIMURA PERTAMA KALI datang ke Indonesia tahun 1991 sewaktu kunjungan Kaisar Jepang. Ia terkesan dengan modernitas di Jakarta (khususnya Jalan Sudirman-Thamrin) yang dipenuhi gedung tinggi. Tetapi ia juga menemukan kenyataan lain. "Di belakang gedung-gedung tinggi itu terdapat kenyataan yang sangat kontras. Modernitas berhadapan dengan kemiskinan," katanya.
PENGHAPUSAN KEMISKINAN dan rekonstruksi ekonomi menjadi semacam "obsesinya" dalam membingkai hubungan bilateral Jepang-Indonesia. Jadi jangan heran, bila ditanya pengalaman apa yang paling sulit dilupakan dalam kariernya selama menjadi duta besar, Iimura akan cepat mengatakan, "Pertama, terlibatnya Jepang dalam program-program rekonstruksi ekonomi di Indonesia, khususnya dalam mempromosikan investasi bagi negeri ini, menciptakan lapangan kerja dan menghapus kemiskinan. Hal lainnya adalah membantu rekonstruksi Aceh setelah bencana tsunami dan ikut berkontribusi dalam proses perdamaian di Aceh," ujarnya.
DALAM PESTA PERPISAHAN bersama para sahabatnya, awal pekan ini, Iimura sempat berpesan, "Saya yakin, saya optimis, akan masa depan Indonesia."
(Tulisan ini disajikan – untuk membangkitkan rasa cinta tanah air dan mendukung semangat "Menuju Indonesia yang Lebih Baik" – BRN).
**********************************
MPOK JAMILAH MENEMBUS PASAR DEMI SANG JUARA ...
Malam itu sungguh jadi kegelisahan bagi Mpok Jamilah. Esok hari ia mulai masuk pasar mencoba menjajakan barang-barang jualannya, persisnya jasa menjual barang-barang elektronik untuk para pedagang di pasar. "Bisa ndak ya saya menawarkan jasaku kepada mereka?" pikirnya dalam hati dengan penuh keraguan. Ini kali pertama Mpok Jamilah berurusan dengan pedagang pasar di Kramat Jati.
"Tenang saja bu..," ujar suaminya, Ponimin, pedagang sembako di Pasar Minggu. "Namanya kan juga baru kenalan, ya pasti ada yang nolak atau cemberut... Yang penting kan ibu sudah usaha, pasti nanti ada hasilnya" tambah Ponimin menyemangati istrinya.
Mpok Jamilah memang baru kali pertama berniat menjadi "pebisnis", dan ada sedikit kegentaran karena ia harus berhadapan dengan pedagang sayur atau penjual daging di pasar. Memang suaminya pedagang sembako, namun ia belum pernah berhadapan langsung dengan pembeli untuk barang-barang yang ia harus jual sendiri.
"Yah aku harus bisa ya pak.." ucapnya menghibur diri. Tekadnya semula memang sudah kuat, setelah lebih dari lima bulan urat pergelangan kakinya putus karena giat bermain badminton. Ya betul, waktu itu ia terlalu bersemangat bertanding badminton dengan tetangganya di lapangan belakang rumahnya. Urat pergelangan kakinya putus ketika ia meloncat tinggi sambil men- smash lawan mainnya. Aduh sakitnya bukan main!
Bermain badminton sudah menjadi kebiasaan Mpok Jamilah saban sore. Boleh dibilang, ia tak pernah absen berlatih badminton di belakang rumahnya. Ketika masih di bangku sekolah dasar, Mpok Jamilah ingin seperti Susi Susanti, menjadi juara dunia dan dielu-elukan warga dunia... Bayangannya ketika itu, ia bakalan senang bisa berjalan-jalan ke luar negeri. Sayang sekali impiannya tak kunjung tercapai hingga sekarang, alih-alih menjadi pemain badminton, beban kehidupan keluarga Emak Bapaknya tidak memungkinkan ia berlatih di klub badminton. Ia cukup bersyukur sudah berhasil menjadi juara di tingkat kotamadya Jakarta Selatan.
Kembali ke rencana menjadi pebisnis, Mpok Jamilah mulai bersemangat untuk menjadi pebisnis berdagang berbagai kebutuhan para pedagang pasar. Tekadnya sudah bulat, kalaupun ia belum berhasil mewujudkan impiannya menjadi pemain badminton, kini anaknya Ayu, sedang digembleng menjadi calon juara se-DKI Jakarta. "Putriku harus menjadi juara dunia kelak," katanya dalam hati.
Menembus pasar ...
Pagi-pagi benar, di kala subuh Mpok Jamilah sudah berangkat ke Pasar Kramat Jati. Langkahnya sudah mantap, ada cita-cita besar dari pebisnis kecil ini untuk meraih impian masa kecilnya. Doanya tadi pagi, semoga Allah memberinya kemampuan berkomunikasi yang lancar dengan calon pembelinya.
"Selamat pagi pak.." ucapnya kepada Asep pedagang daging.
"Selamat pagi juga bu... mau beli daging apa, bu?" balas Asep.
"Ah tidak pak, anu pak, saya mau menawarkan jasa pak...," balas Mpok Jamilah.
"Wah rajin sekali masih pagi sudah menawarkan jasa... jasa apa nih bu?"
Serta merta Mpok Jamilah menjelaskan barang dagangannya, lemari pendingin untuk menyimpan daging dan barang-barang elektronik. "Lumayan pak, bisa membuat daging lebih awet," katanya.
Tawar menawarpun terjadi, cukup alot karena baru pertama kali Asep ditawari langsung oleh penjual lemari pendingin. Biasanya pedagang pasar membeli dari toko elektronik di Jatinegara. Singkat cerita, akhirnya transaksi terjadi, Asep membeli satu unit lemari pendingin secara angsuran 60 hari dari Mpok Jamilah. Wuih senangnya Mpok Jamilah! Tidak dinyana, barang jualannya bisa dilepas ke pembeli di hari perdana! "Alhamdullilah..", katanya dengan haru.
Hari demi hari, satu persatu pedagang di Pasar Kramat Jati disambanginya. Ada yang membeli televisi, radio, handphone, hingga lemari pendingin daging. Setiap hari, Mpok Jamilah berkeliling pasar menagih, mengumpulkan uang ribuan hingga puluhan ribu dari tangan pedagang pasar. Memang transaksi hariannya bukan ratusan juta hingga milyaran rupiah seperti pebisnis di kawasan segitiga emas Jakarta. Dari satu orang pembeli, ia hanya mendapat sekitar sepuluh dua puluh ribu setiap hari yang dikumpulkan hingga 60-120 hari. Justru di lahan seperti ini, cara berdagang Mpok Jamilah lebih laris ketimbang membuka toko elektronik. "Pedagang besar selalu mengharapkan uang besar, saya cukup mengumpulkan uanga harian yang kecil; biarpun begini, sedikit-sedikit, akhirnya menjadi bukit," ujar Mpok Jamilah sedikit berperibahasa.
Penolakan selalu ada, namun tidak digubrisnya. Impiannya sudah terlalu besar untuk dikalahkan oleh cemooh pedagang yang meremehkan usahanya. Begitulah hidup, tidak selalu diwarnai keberhasilan. Pasang surut selalu dialaminya. Pernah ada pembeli yang ngemplang dan menghilang entah kemana. Toh, rejekinya tidak surut, malah makin bertambah. Baginya, rejeki sudah diatur Allah Yang Maha Pemurah.
Kini bisnisnya sudah berjalan lima tahun, pembeli bukan lagi menjadi sekadar orang yang membeli barang dagangannya. Tidak jarang ada pembelinya yang kesulitan uang untuk mengangsur, Mpok Jamilah tetap fleksibel membeli kelonggaran. "Saya ndak ingin seperti rumah sakit di Jakarta, pasien miskin ndak mampu bayar malah disandera ndak boleh pulang. Kan kasihan makin banyak utangnya," ujar Mpok Jamilah mencoba memahami kesulitan pembelinya.
Demi "Susi Susanti" Masa Depan
Semua jerih payah Mpok Jamilah, untuk sebuah cita-cita, melatih dan membina putrinya, Ayu, untuk menjadi juara dunia badminton. "Kelak ada juara dunia badminton dari Condet," katanya, "Obama kan juga orang biasa-biasa aja, toh bisa juga jadi presiden negara besar". Anak saya juga bisa jadi juara dunia, katanya dengan yakin.
Ayu sudah dua tahun berlatih di sebuah klub badminton di Jakarta Selatan. Prestasinya bukan main, sudah lebih dari tujuh kali juara di kecamatan dan Jakarta Selatan. Tahun ini Ayu akan berlaga untuk kejuaraan antar klub se-DKI Jakarta. Perlahan tapi pasti, Ayu bakal menjadi calon juara dunia dari Condet. Begitu doa ibunya, Mpok Jamilah, pebisnis tulen dari pasar Kramat Jati.
(Dikisahkan oleh Pak Ponimin kepada saya. Nama dan peristiwa disamarkan)
Benyamin Ruslan Naba - 15 September 2009
* Percikan Permenungan
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
Leaders don't force people to follow - they invite them on a journey - Charles S. Lauer
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>
YUTAKA IIMURA PURBA PAKPAK
(Dikutip dari rubrik "Sosok" yang ditulis oleh Myrna Ratna di harian KOMPAS - halaman 16, tanggal 18 Maret 2006)
SENIN (20/3/06) LUSA akan menjadi saat menyedihkan bagi Yutaka Iimura Purba Pakpak (59). Ia akan meninggalkan Indonesia setelah bertugas sebagai Duta Besar Jepang selama tiga tahun tujuh bulan, rekor terlama bagi duta besar Jepang yang pernah bertugas di Indonesia.
SAYA SANGAT SEDIH, " katanya pelan. "Saya memiliki banyak kenangan di negara ini, dan memiliki komitmen emosional yang sangat dalam dengan Indonesia," lanjut Iimura dalam perbincangan dengan Kompas, Kamis sore. Berkali-kali ia menyebut soal "keterikatan yang telanjur dalam dengan negeri ini", yang kini harus diputus. Seandainya saja saya kini diberi tahu bahwa tugas saya diperpanjang, saya sangat siap untuk tinggal," katanya berandai.SEPANJANG TIGA TAHUN TUJUH BULAN, Iimura mencoba mengenal Indonesia dengan segenap hatinya. Bukan saja sebagai wakil Pemerintah Jepang, tetapi juga sebagai pribadi yang ingin menjalin keakraban tanpa dibatasi rambu protokoler. Sejak dua tahun lalu, setiap hari Sabtu, Iimura secara rutin mengajar bela diri iaido bela diri dengan menggunakan samurai di Gedung Skyline, Jakarta. Muridnya sebagian besar warga Indonesia. "Sepanjang sejarah Indonesia, baru pertama kali olahraga iaido diperkenalkan di sini, meskipun olahraga seperti karate dan judo sudah sangat terkenal di sini," kata Iimura yang telah mempelajari iaido selama 10 tahun dan aikido delapan tahun.
BERKAT OLAH RAGA INI, ia bisa menggalang persahabatan dengan para praktisi olahraga bela diri lainnya. Hari Minggu besok ia akan memperoleh penghargaan dari Pendekar Pencak Silat Indonesia. "Tahun lalu saya pernah tampil membawakan iaido dalam festival pencak silat yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah menteri. Mereka bertepuk tangan setelah menyaksikan penampilan saya. Wah, itu pengalaman yang tak terlupakan," kata Iimura yang juga fasih berbahasa Perancis.
SOSOK YANG RAMAH dan rendah hati ini memang mudah diterima masyarakat Indonesia. Siapa pun yang mengenalnya akan mengingat Iimura sebagai tokoh bersahabat. Ia juga sangat santun. Bila perbincangan mulai menyinggung keburukan yang ada di Indonesia, seperti praktik korupsi yang merajalela, misalnya, Iimura buru-buru menimpali, "Tapi di negara saya juga ada korupsi."
PADA BULAN MEI 2004, Iimura memperoleh marga Purba Pakpak di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, setelah terlebih dulu mendapat restu para tetua marga di sana. Bagi dia, penganugerahan itu merupakan bukti bahwa dirinya bisa diterima sebagai pribadi.
Komitmen bagi Indonesia
KECINTAANNYA TERHADAP INDONESIA membuat Iimura selalu memikirkan masa depan negeri ini. "Saya sering mengatakan kepada teman-teman, Indonesia harus bisa berkompetisi di era globalisasi ini," ujarnya. Dunia, katanya, berubah dengan cepat. Dan globalisasi berarti kompetisi. "Jadi, setiap negara harus bisa berkompetisi agar mampu bertahan. Semua negara di dunia sekarang berupaya mereformasi diri agar tidak tertinggal. Kita berkompetisi dengan waktu," tekannya.
APA YANG DIBUTUHKAN INDONESIA adalah "sense of urgency", untuk memahami betapa pentingnya berkompetisi dengan waktu tersebut. "Sense of urgency ini harus dirasakan bukan saja oleh kalangan pebisnis dan politisi, tapi oleh semua pihak." Iimura sepakat bahwa pembenahan ekonomi merupakan faktor yang sangat penting dalam proses transisi di Indonesia, dan Jepang berkomitmen untuk membantu agar proses itu berlangsung mulus. "Indonesia tetap menarik bagi investor Jepang. Hal itu terbukti bahwa Jepang merupakan negara penanam modal nomor satu di sini. Tapi memang benar, para pebisnis Jepang juga mulai berhati-hati (cautious) dengan iklim investasi di sini," katanya.
APA YANG HARUS DILAKUKAN Indonesia, ujarnya, adalah membenahi masalah infrastruktur yang benar-benar terabaikan setelah krisis ekonomi tahun 1998 dan mengurangi ekonomi biaya tinggi. "Sebut saja, sistem perpajakan, perburuhan, dan perlunya kepastian hukum," ujarnya. Secara halus, Iimura menolak untuk mengatakan bahwa iklim investasi di negara-negara lain di Asia Tenggara, seperti Vietnam dan Thailand, lebih atraktif dibandingkan di sini. "Jepang memang tidak bisa mengonsentrasikan investasinya di satu negara saja, para investor juga menginginkan diversifikasi. Negara tujuan investasi yang potensial saat ini adalah Thailand dan Vietnam. Namun semua itu tergantung dari sektornya. Untuk industri otomotif dan elektronik, Indonesia lebih potensial," katanya.
IIMURA PERTAMA KALI datang ke Indonesia tahun 1991 sewaktu kunjungan Kaisar Jepang. Ia terkesan dengan modernitas di Jakarta (khususnya Jalan Sudirman-Thamrin) yang dipenuhi gedung tinggi. Tetapi ia juga menemukan kenyataan lain. "Di belakang gedung-gedung tinggi itu terdapat kenyataan yang sangat kontras. Modernitas berhadapan dengan kemiskinan," katanya.
PENGHAPUSAN KEMISKINAN dan rekonstruksi ekonomi menjadi semacam "obsesinya" dalam membingkai hubungan bilateral Jepang-Indonesia. Jadi jangan heran, bila ditanya pengalaman apa yang paling sulit dilupakan dalam kariernya selama menjadi duta besar, Iimura akan cepat mengatakan, "Pertama, terlibatnya Jepang dalam program-program rekonstruksi ekonomi di Indonesia, khususnya dalam mempromosikan investasi bagi negeri ini, menciptakan lapangan kerja dan menghapus kemiskinan. Hal lainnya adalah membantu rekonstruksi Aceh setelah bencana tsunami dan ikut berkontribusi dalam proses perdamaian di Aceh," ujarnya.
DALAM PESTA PERPISAHAN bersama para sahabatnya, awal pekan ini, Iimura sempat berpesan, "Saya yakin, saya optimis, akan masa depan Indonesia."
(Tulisan ini disajikan – untuk membangkitkan rasa cinta tanah air dan mendukung semangat "Menuju Indonesia yang Lebih Baik" – BRN).
**********************************
MPOK JAMILAH MENEMBUS PASAR DEMI SANG JUARA ...
Untuk sebuah cinta ada upaya yang luar biasa ...
Malam itu sungguh jadi kegelisahan bagi Mpok Jamilah. Esok hari ia mulai masuk pasar mencoba menjajakan barang-barang jualannya, persisnya jasa menjual barang-barang elektronik untuk para pedagang di pasar. "Bisa ndak ya saya menawarkan jasaku kepada mereka?" pikirnya dalam hati dengan penuh keraguan. Ini kali pertama Mpok Jamilah berurusan dengan pedagang pasar di Kramat Jati.
"Tenang saja bu..," ujar suaminya, Ponimin, pedagang sembako di Pasar Minggu. "Namanya kan juga baru kenalan, ya pasti ada yang nolak atau cemberut... Yang penting kan ibu sudah usaha, pasti nanti ada hasilnya" tambah Ponimin menyemangati istrinya.
Mpok Jamilah memang baru kali pertama berniat menjadi "pebisnis", dan ada sedikit kegentaran karena ia harus berhadapan dengan pedagang sayur atau penjual daging di pasar. Memang suaminya pedagang sembako, namun ia belum pernah berhadapan langsung dengan pembeli untuk barang-barang yang ia harus jual sendiri.
"Yah aku harus bisa ya pak.." ucapnya menghibur diri. Tekadnya semula memang sudah kuat, setelah lebih dari lima bulan urat pergelangan kakinya putus karena giat bermain badminton. Ya betul, waktu itu ia terlalu bersemangat bertanding badminton dengan tetangganya di lapangan belakang rumahnya. Urat pergelangan kakinya putus ketika ia meloncat tinggi sambil men- smash lawan mainnya. Aduh sakitnya bukan main!
Bermain badminton sudah menjadi kebiasaan Mpok Jamilah saban sore. Boleh dibilang, ia tak pernah absen berlatih badminton di belakang rumahnya. Ketika masih di bangku sekolah dasar, Mpok Jamilah ingin seperti Susi Susanti, menjadi juara dunia dan dielu-elukan warga dunia... Bayangannya ketika itu, ia bakalan senang bisa berjalan-jalan ke luar negeri. Sayang sekali impiannya tak kunjung tercapai hingga sekarang, alih-alih menjadi pemain badminton, beban kehidupan keluarga Emak Bapaknya tidak memungkinkan ia berlatih di klub badminton. Ia cukup bersyukur sudah berhasil menjadi juara di tingkat kotamadya Jakarta Selatan.
Kembali ke rencana menjadi pebisnis, Mpok Jamilah mulai bersemangat untuk menjadi pebisnis berdagang berbagai kebutuhan para pedagang pasar. Tekadnya sudah bulat, kalaupun ia belum berhasil mewujudkan impiannya menjadi pemain badminton, kini anaknya Ayu, sedang digembleng menjadi calon juara se-DKI Jakarta. "Putriku harus menjadi juara dunia kelak," katanya dalam hati.
Menembus pasar ...
Pagi-pagi benar, di kala subuh Mpok Jamilah sudah berangkat ke Pasar Kramat Jati. Langkahnya sudah mantap, ada cita-cita besar dari pebisnis kecil ini untuk meraih impian masa kecilnya. Doanya tadi pagi, semoga Allah memberinya kemampuan berkomunikasi yang lancar dengan calon pembelinya.
"Selamat pagi pak.." ucapnya kepada Asep pedagang daging.
"Selamat pagi juga bu... mau beli daging apa, bu?" balas Asep.
"Ah tidak pak, anu pak, saya mau menawarkan jasa pak...," balas Mpok Jamilah.
"Wah rajin sekali masih pagi sudah menawarkan jasa... jasa apa nih bu?"
Serta merta Mpok Jamilah menjelaskan barang dagangannya, lemari pendingin untuk menyimpan daging dan barang-barang elektronik. "Lumayan pak, bisa membuat daging lebih awet," katanya.
Tawar menawarpun terjadi, cukup alot karena baru pertama kali Asep ditawari langsung oleh penjual lemari pendingin. Biasanya pedagang pasar membeli dari toko elektronik di Jatinegara. Singkat cerita, akhirnya transaksi terjadi, Asep membeli satu unit lemari pendingin secara angsuran 60 hari dari Mpok Jamilah. Wuih senangnya Mpok Jamilah! Tidak dinyana, barang jualannya bisa dilepas ke pembeli di hari perdana! "Alhamdullilah..", katanya dengan haru.
Hari demi hari, satu persatu pedagang di Pasar Kramat Jati disambanginya. Ada yang membeli televisi, radio, handphone, hingga lemari pendingin daging. Setiap hari, Mpok Jamilah berkeliling pasar menagih, mengumpulkan uang ribuan hingga puluhan ribu dari tangan pedagang pasar. Memang transaksi hariannya bukan ratusan juta hingga milyaran rupiah seperti pebisnis di kawasan segitiga emas Jakarta. Dari satu orang pembeli, ia hanya mendapat sekitar sepuluh dua puluh ribu setiap hari yang dikumpulkan hingga 60-120 hari. Justru di lahan seperti ini, cara berdagang Mpok Jamilah lebih laris ketimbang membuka toko elektronik. "Pedagang besar selalu mengharapkan uang besar, saya cukup mengumpulkan uanga harian yang kecil; biarpun begini, sedikit-sedikit, akhirnya menjadi bukit," ujar Mpok Jamilah sedikit berperibahasa.
Penolakan selalu ada, namun tidak digubrisnya. Impiannya sudah terlalu besar untuk dikalahkan oleh cemooh pedagang yang meremehkan usahanya. Begitulah hidup, tidak selalu diwarnai keberhasilan. Pasang surut selalu dialaminya. Pernah ada pembeli yang ngemplang dan menghilang entah kemana. Toh, rejekinya tidak surut, malah makin bertambah. Baginya, rejeki sudah diatur Allah Yang Maha Pemurah.
Kini bisnisnya sudah berjalan lima tahun, pembeli bukan lagi menjadi sekadar orang yang membeli barang dagangannya. Tidak jarang ada pembelinya yang kesulitan uang untuk mengangsur, Mpok Jamilah tetap fleksibel membeli kelonggaran. "Saya ndak ingin seperti rumah sakit di Jakarta, pasien miskin ndak mampu bayar malah disandera ndak boleh pulang. Kan kasihan makin banyak utangnya," ujar Mpok Jamilah mencoba memahami kesulitan pembelinya.
Demi "Susi Susanti" Masa Depan
Semua jerih payah Mpok Jamilah, untuk sebuah cita-cita, melatih dan membina putrinya, Ayu, untuk menjadi juara dunia badminton. "Kelak ada juara dunia badminton dari Condet," katanya, "Obama kan juga orang biasa-biasa aja, toh bisa juga jadi presiden negara besar". Anak saya juga bisa jadi juara dunia, katanya dengan yakin.
Ayu sudah dua tahun berlatih di sebuah klub badminton di Jakarta Selatan. Prestasinya bukan main, sudah lebih dari tujuh kali juara di kecamatan dan Jakarta Selatan. Tahun ini Ayu akan berlaga untuk kejuaraan antar klub se-DKI Jakarta. Perlahan tapi pasti, Ayu bakal menjadi calon juara dunia dari Condet. Begitu doa ibunya, Mpok Jamilah, pebisnis tulen dari pasar Kramat Jati.
(Dikisahkan oleh Pak Ponimin kepada saya. Nama dan peristiwa disamarkan)
Benyamin Ruslan Naba - 15 September 2009
**********************************
KUTIPAN DARI ABRAHAM LINCOLN
~ Democracy is the government of the people, by the people, for the people.
~ As I would not be a slave, so I would not be a master. This expresses my idea of democracy.
~ You cannot escape the responsibility of tomorrow by evading it today.
~ You can fool some of the people all the time, and all of the people some of the time, but you cannot fool all of the people all the time.
~ Character is like a tree and reputation like its shadow. The shadow is what we think of it; the tree is the real thing.
~ We know nothing of what will happen in future, but by the analogy of experience.
~ If there is anything that a man can do well, I say let him do it. Give him a chance.
~ I walk slowly, but I never walk backward
KUTIPAN DARI ABRAHAM LINCOLN
~ Democracy is the government of the people, by the people, for the people.
~ As I would not be a slave, so I would not be a master. This expresses my idea of democracy.
~ You cannot escape the responsibility of tomorrow by evading it today.
~ You can fool some of the people all the time, and all of the people some of the time, but you cannot fool all of the people all the time.
~ Character is like a tree and reputation like its shadow. The shadow is what we think of it; the tree is the real thing.
~ We know nothing of what will happen in future, but by the analogy of experience.
~ If there is anything that a man can do well, I say let him do it. Give him a chance.
~ I walk slowly, but I never walk backward
Tidak ada komentar:
Posting Komentar